Kisah Pemotretan Manuskrip di Jawa Timur
Surabaya-FotoManuskrip
Pengetahuan saya tentang ilmu philologi, memang terbilang masih baru. Ketertarikan saya terhadap manuskrip berawal dari perjalanan saya ketika memotret manuskrip-manuskrip Islam di the institut for study of religion and society Surabaya pada September 2006 lalu. Kota pertama yang saya singgahi adalah Tuban tepatnya di Pondok Pesantren Langitan,Widang Tuban, Jawa Timur, Indonesia. Di pondok pimpinn K.H. Abdullah Faqih inilah manuskrip-manuskrip Islam berusia puluhan sampai ratusan tahun banyak tersimpan. Diantaranya ada kitab yang berisi tentang ilmu falak/astronomi, ilmu alat (nahwu, shorof), tasawuf, dsb.
Puluhan kitab yang ada di ponpes Langitan ini ada yang masih utuh,namun juga ada banyak yang berlubang kertasnya, belum lagi dengan debu-debunya. Sehingga harus ekstra hati-hati bila memotretnya. Selanjutnya kota kedua yang saya singgahi adalah Senori, Tuban yakni di pondok pesantren Darul Ulum milik (Alm) Kyai Abu Fadhal yang santrinya terkenal sedikit namun banyak yang jadi kyai besar (diantaranya Syaikhona Kholil Bangkalan, KH. Abdullah Faqih, K.H. Hasyim Muzadi, dsb). Sayang, pondok pesantrennya kini tinggal kenangan tidak ada yang mewarisi dan meneruskan perjuangan beliau.
Kota Kranji, Paciran, Lamongan merupakan tempat ketiga pemotretan manuskrip yaitu di ponpes Tarbiyatut Thalabah, Sunan Drajat. Disini terdapat manuskrip yang berisi tentang tarekat sathoriyah, kamal al-ma'rifat, sejatine manungso, al-Qur'an, babad tanah jawi versi lamongan, dsb (ada juga manuskrip berhuruf aksara jawa, lo!). Ada manuskrip al-qur'an dengan sebutan qur'an gantung. Maksudnya, al-qur'an ini tidak pernah disentuh karena disimpan di atap masjid yang menggantung (look at the picture), sehingga ada yang menyebutnya qur'an gantung. Sedikit kejadian aneh dan misteri dialami oleh teman saya. Believe it or not, teman saya yang menjadi asisten peneliti ini pernah kepalanya merasa pusing saat penelitian manuskrip ini, dan malam harinya mimpi di kejar makhluk hitam tinggi besar.
The last but not least, adalah di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur. Disini juga sama dengan Senori, Tuban yang pondok pesantrennya tinggal kenangan. Di Tegalsari ini yaitu di ponpes Kyai Ageng Mohammad Besari merupakan ponpes yang terkenal dengan pesantren pertama kali ada di Jawa. Dan ada santrinya yang terkenal sebagai pujangga yaitu Bagus Harun atau lebih dikenal dengan Ronggo Warsito. Dia terkenal dengan syair-nya 'Jamane jaman edan, yen ora edan ora keduman' (zamannya zaman gila, kalau tidak gila tidak kebagian) yang menjadi fisofinya orang jawa.
Hemm... tidak terasa sudah empat kota yang saya jejaki untuk memotret manuskrip-manuskrip Islam. Rasanya sudah menjelajah sebagian Pulau Jawa. Mungkin, itu bukanlah kota terakhir yang saya jejak kan kaki saya. Mungkin ada kota-kota lainnya di Pulau Jawa terutama di INDONESIA yang masih banyak menyimpan manuskrip-manuskrip Islam yang belum di foto oleh saya. SEMOGA.
Comments
I can't tell how I envy you for this amazing job! Alright, I know nothing bout photography but the smell of adventure is really teasing and attempting!
Moreover, u r so close to the limitless world of knowledge and wisdom. Or, u r already in?